SHARE DAN BERBAGI DALAM KOMUNITAS SOSIAL MEDIA INDONESIA

SHARE DAN BERBAGI DALAM KOMUNITAS SOSIAL MEDIA INDONESIA

SHARE DAN BERBAGI DALAM KOMUNITAS SOSIAL MEDIA INDONESIA

SHARE DAN BERBAGI DALAM KOMUNITAS SOSIAL MEDIA INDONESIA

SHARE DAN BERBAGI DALAM KOMUNITAS SOSIAL MEDIA INDONESIA

.

Kementerian PUPR Akan Bangun Underpass Pertama di Kota Surabaya

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) VIII Direktorat Jenderal Bina Marga akan membangun underpass pertama di Surabaya, Jawa Timur. Pembangunan underpass di Jalan Ahmad Yani tersebut akan dikerjakan tahun depan.

Dengan dibangunnya underpass tersebut, kemacetan yang sering terjadi di Bundaran Dolog akibat crossingkendaraan yang melaju dari arah Sidoarjo menuju Jalan Jemursari, dapat terurai.

Kepala Satuan Kerja Perencanaan dan Pengawasan BBPJN VIII, Yudi Widargo akhir pekan lalu di Surabaya mengatakan awalnya, BBPJN VIII berencana membangun flyover sebagai upaya untuk mengurai kemacetan di Bundaran Dolog, namun setelah dilakukan evaluasi diputuskan untuk dibangun underpass.

“Review design underpass telah dilaksanakan sebanyak dua kali dan nilai proyek juga sudah dihitung. Pada desain sebelumnya, anggaran untuk underpass mencapai Rp 350 miliar tapi setelah dihitung ulang, anggaran bisa ditekan menjadi Rp 273 milar,” tuturnya dalam siaran pers, Senin (22/8).

Proyek yang akan didanai APBN ini telah masuk dalam rencana program 2017, dan ditargetkan pada pertengahan 2017 pekerjaan konstruksi sudah dimulai. "Mudah-mudahan tidak terganggu karena adanya pemotongan anggaran," ucap Yudi.

Ia menerangkan, panjang underpass tersebut mencapai 860 meter dengan kedalaman 8 meter dan terdiri dari dua jalur. Pengerjaannya diperkirakan memakan waktu hingga 30 bulan atau sekitar 2,5 tahun.

“Pembangunan underpass dimulai dari seberang kantor Dinas Kesehatan Jatim (Jawa Timur) atau sebelum traffic light ke arah Jalan Jemursari keluar di depan ruko depan frontage road Jalan Ahmad Yani,” tutup Yudi. (OL-2)

Sumber : Media Indonesia

Kementerian PUPR Bangun 65 Bendungan

Untuk mewujudkan ketahanan air dan kedaulatan pangan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) membangun 65 bendungan pada periode 2014-2019 yang terdiri dari 16 bendungan lanjutan yang belum selesai tahun 2014 dan 49 bendungan baru.

Dengan dibangunnya 65 bendungan tersebut maka ketersediaan tampungan air di Indonesia akan meningkat menjadi 19,1 miliar meter kubik dari sebelumnya yang hanya 12,6 miliar meter kubik yang berasal dari 230 bendungan yang ada saat ini.

Kepala Pusat Bendungan Direktorat Jenderal (Ditjen) Sumber Daya Air (SDA) Kementerian PUPR, Imam Santoso dalam konferensi pers di Kementerian PUPR di Jakarta, Jumat (16/9) mengatakan penambahan volume air yang bisa ditampung akan memberi pengaruh terhadap luasan areal irigasi yang diairi.

Saat ini dari 7,1 juta hektar sawah, 760.000 hektar sawah atau 10,5 persen dari irigasi yang sumber air dari bendungan, sementara sisanya masih berasal dari air non bendungan seperti tadah hujan maupun bendung saja.

Dengan selesainya 65 bendungan tersebut, luasan sawah yang mendapat air dari bendungan bertambah 173.000 hektar atau secara total menjadi 933.000 hektar atau 13,5 persen yang bersumber dari air bendungan.

Dengan sumber air dari bendungan, maka kebutuhan air pertanian diharapkan bisa terpenuhi sepanjang tahun.

Ditambahkannya, untuk membangun bendungan tidak dapat (satu tahun) langsung selesai, namun butuh waktu tiga sampai empat tahun. Sehingga dari 65 bendungan yang dibangun, ditargetkan 29 bendungan selesai tahun 2019 dan akan selesai seluruhnya pada 2022.

“Target bendungan selesai sebanyak 29 bendungan baru hingga 2019 yang akan menambah tampungan air menjadi 14,42 miliar kubik,” ujarnya.

Berdasarkan data dari Ditjen SDA, pada 2015 lalu telah selesai lima bendungan, kemudian 24 bendungan dalam proses pembangunan (on going) yang akan bertambah dengan delapan bendungan baru tahun ini untuk bisa dimulai pembangunannya. Selanjutnya pada 2017 akan ada tambahan sembilan bendungan, lalu 2018 ada 11 bendungan dan pada 2019 ada delapan bendungan akan dibangun sehingga total 65 bendungan.

Imam Santoso juga menyampaikan bendungan yang akan selesai dibangun setiap tahunnya. Lima bendungan yang telah selesai dibangun pada 2015 lalu antara lain Bendungan Rajui (Aceh), Jatigede (Jawa Barat), Bajulmati (Jawa Timur), Nipah (Jawa Timur), dan Titab (Bali).
Kemudian yang ditargetkan selesai pada tahun 2016 ini yakni bendungan Paya Seunara (Aceh) dan Teritip (Kalimantan Timur).

Di 2017 ditargetkan selesai Bendungan Raknamo dan Mila (NTT), Tanju (NTB) dan Marangkayu (Kaltim).

Kemudian di 2018 akan selesai 7 bendungan yakni Gondang (Jateng), Tugu (Jatim), Logung (Jateng), Rotiklod (NTT), Sei Gong (Kepri), Bintang Bano (NTB) serta Kuningan (Jabar).

Pada 2019 ada 11 bendungan yang ditargetkan akan selesai dibangun diantaranya yaitu Bendungan Passeloreng (Sulawesi Selatan), Tapin (Kalimantan Selatan), Ciawi (Jawa Barat), Sukamahi (Jawa Barat), Karalloe (Sulsel), Sindang Heula (Banten), Keureuto (Aceh), Bendo (Jatim), Gongseng (Jatim) dan Pidekso (Jateng).

Imam menyampaikan bahwa untuk sisanya sebanyak 36 bendungan akan selesai hingga 2022 nanti.

Kebutuhan pembiayaan untuk membangun 65 bendungan tersebut diperkirakan mencapai Rp 70,1 triliun yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) senilai Rp 64,04 triliun dan pinjaman China senilai Rp 4,82 triliun untuk Bendungan Jatigede serta pinjaman dari Korea sebesar Rp 1,26 triliun untuk pembangunan Bendungan Karian.(RO/O-06)

Sumber : Media Indonesia

PUPR Akui Banyak Papan Reklame di JPO tidak Sesuai Aturan

DirekturJenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Arie Setiadi Moerwanto mengakui pemasangan papan reklame di jembatan penyebrangan orang (JPO) selama ini tidak sesuai aturan. Sehingga, berpotensi roboh seperti yang terjadi pada JPO Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Arie menjelaskan JPO terdiri dari bagian struktural dan nonstruktural. Ia menyebut bagian struktural adalah gelagar utama jembatan yang menjadi jalur lalu lintas pengguna jembatan. Sedangkan nonstruktural terdiri dari pagar, atap, dan railing.

"Tapi yang terjadi selama ini, papan reklame hanya ditempelkan. Tidak didesain sejak awal. Ini kesalahan kita bersama yang ke depannya harus diperbaiki," ujar Arie di Kantor Kementerian PUPR, Jakarta, Rabu (28/9).

Sebenarnya JPO tidak bermasalah, tetapi pemasangan papan reklamelah yang menyebabkan JPO menjadi roboh.

"Ditambah maintenance yang kurang. Dan papan reklame menempelnya justru di bagian nonstruktural itu," tutur Arie

Arie menambahkan instansinya akan mengumpulkan seluruh pejabat daerah yang bertanggung jawab dalam pengelolaan JPO untuk mengecek kondisi JPO dan cara pemasangan papan reklame.

"Kami akan cek semua. Kami akan lihat semua. Kami tidak akan melihat ke belakang, tapi ke depan. Kami harus bergerak cepat," tutur Arie. (MTVN/OL-3)

Sumber : Media Indonesia

.