.

Kementerian PUPR Tingkatkan Akses Perumahan Bagi MBR

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus menggenjot pembangunan rumah. Sebab, Kementerian PUPR juga mengupayakan berbagai terobosan untuk meningkatkan akses masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) terhadap rumah layak huni. Upaya itu dilakukan untuk mendukung Program Sejuta Rumah.

Berbagai upaya kemudahan tidak hanya menyasar MBR yang merupakan pihak penerima manfaat langsung dari program penyediaan perumahan, tetapi juga para pihak pengembang.

Beberapa kemudahan perizinan perumahan untuk MBR yang diberikan antara lain kemudahan administrasi dan pelayanan, kemudahan waktu penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dan kemudahan dalam bantuan teknis dan informasi.

Kemudahan tersebut diberikan pada penyediaan rumah, baik dalam bentuk rumah sederhana tapak maupun rumah susun sederhana yang dibangun sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Melalui paket kebijakan Deregulasi Ekonomi 13, para pihak yang berkepentingan dengan rumah MBR tidak lagi dipusingkan soal izin. Sebab khusus kepemilikan rumah MBR, perizinan bagi para pengembang pun dipermudah.

"Deregulasi Ekonomi 13 itu memang mengkhususkan kepemilikan rumah MBR ini, yaitu melalui deregulasi perizinan. Perizinan selama ini yang dikeluhkan karena izin dan tahapan membutuhkan waktu lebih dari 700 hari," tegas Menteri PUPR Basuki Hadimuldjono di Jakarta, baru-baru ini.

Untuk para pengembang, Pemerintah telah menyederhanakan perizinan pembangunan perumahan untuk MBR. Penyederhanaan izin itu telah ditetapkan dengan terbitnya Instrukrsi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, Perarutan Presiden (Perpres) 3 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional dan Inpres 3 tahun 2016 tentang Penyederhanaan Perizinan Pembangunan Perumahan.

"Sekarang akan menjadi Permen (Peraturan Menteri) tentang perizinan tadi menjadi 13. Dan waktunya diperkirakan tidak lebih dari 40 hari. Dengan adanya eksistensi perizinan ini diharapkan hanya menjadi 30% dari biaya sebelumnya," lanjut Basuki.

Di samping penyederhanaan izin untuk para pengembang, Kementerian PUPR juga mengupayakan program untuk mempermudah kepemilikan MBR terhadap rumah. Pemerintah memberikan bantuan pembiayaan perumahan untuk mendukung Program Sejuta Rumah, khususnya bagi MBR.

Beberapa bantuan tersebut antara lain Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Subsidi Selisih Bunga (SSB), dan Bantuan Uang Muka (BUM). Kemudian pembebasan pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk rumah sederhana tapak dan rusunami (rumah susun sederhana milik), pemberikan prasarana, sarana, dan utilitas (PSU) untuk rumah sederhana tapak.

Untuk 2016, Pemerintah telah mengalokasikan anggaran FLPP senilai Rp 9,22 triliun untuk memfasilitasi penerbitan KPR FLPP sebanyak 84.000 unit. Untuk dana SSB dialokasikan dana sebesar Rp 2,05 triliun dan Bantuan Uang Muka (BUM) sebesar Rp 1,2 triliun.

"Ada dukungan FLPP, kredit hanya 5%, FLPP uang mukanya 1%, dan ditambah lagi bantuan dari APBN tunai Rp 4 juta. Memudahkan para MBR untuk memiliki rumah. Jadi, agar mereka memperoleh kemudahan dalam program pemerintah ini. Juga memudahkan akses bagi para PNS, TNI atau Polri, serta masyarakat lain untuk memiliki rumah," terangnya.

Berdasarkan Rencana Strategis (Renstra) 2015–2019, Kementerian PUPR merencanakan penyaluran bantuan pembiayaan untuk pembangunan 900 ribu unit rumah umum (rumah tapak dan rusunami, dan sewa beli) dan 450 ribu unit rumah swadaya. Penyaluran bantuan uang muka untuk MBR sebanyak 476 ribu unit.

Sedangkan bidang perumahan dan permukiman 2016 menargetkan penyaluran bantuan pembiayaan untuk pembangunan 87.390 unit rumah umum (rumah tapak dan rusunami) melalui KPR FLPP. Penyaluran bantuan uang muka untuk MBR sebanyak 106 ribu unit (target Renstra).

MBR bukanlah masyarakat miskin. Kriteria penghasilan yang bisa dikategorikan rendah ialah Rp 4 juta-Rp 7 juta, baik dari golongan PNS, TNI atau Polri, ataupun swasta. Penghasilan pokok Rp 4 juta untuk kepemilikan rumah tapak dan Rp 7 juta untuk rumah susun.

"MBR ini bukan orang miskin, tapi orang yang mempunyai penghasilan Rp 4 juta-Rp 7 juta per bulan," pungkas menteri. (RO/OL-4)

Sumber : Media Indonesia

.